PKS |
"Kemana PKS, lama gak kedengaran suaranya.." tanya saya pada seorang
teman. "Udah mati kali.." Jawab temanku sekenanya. Dan fikiran saya
terus terbang sampai kemudian menghilang tidak memikirkannya kembali.
Apalagi Pepo lebih menarik dibahas daripada PKS yang tidak kunjung
muncul.
Strategi menyembunyikan PKS dalam pertarungan pilgub DKI ini, memang
cerdik. Mungkin ada yang terpengaruh quote saya, "Melihat mana yang
benar dan mana yang salah, lihat kemana PKS berpihak dan pilihlah
lawannya.." sehingga PKS lebih baik tidak terlihat di publik sebagai
pendukung calon tertentu.
Dan mesin PKS ini memang mengerikan. Kader2 mereka militan akibat
penggemblengan kuat dengan doktrin yang terus dipampatkan. "Right or
wrong is my party" adalah jargon yang terus dibawa kadernya. "Lu mau
bilang apa kek tentang PKS, itu partai gua. Lu mau apa ?"
Kita bisa melihat massifnya mesin cyber mereka pada pilpres 2014, dimana
mereka memainkan banyak isu yang membingungkan. Dan mereka sangat
cerdik, menempatkan menterinya si posisi strategis pada masa SBY di
kominfo, yang berarti menguasai jalur komunikasi dan informasi.
Di bawah Sohibul Iman, Presiden PKS sekarang, PKS berubah wajah. Yang
dulunya keras di bawah Anis Matta, menjadi lebih senyap dan jarang
terlihat. Ini membuat kekuatan mereka sulit diukur banyak pihak.
Dan terbukti mereka belum habis..
Jejak PKS langsung terlihat ketika Anies meraup banyak suara dalam
pilgub DKI. Kemampuan mereka melakukan rally panjang door to door di
masjid2, majelis taklim sampai ke RT/RW tidak bisa diremehkan. Mereka
mampu menempatkan kader2nya di posisi strategis tapi tidak terlihat.
PKS meraih hasilnya. Suara Anies melejit jauh meninggalkan Agus, yang
tidak sadar dimanfaatkan dengan baik. Saat Agus sibuk koordinasi dgn
pimpinan ormas garis keras dan memainkan isu penistaan agama, PKS
berselancar dengan isu itu dan menikmati ombak besar yang memenangkan
mereka.
PKS menemukam soulmatenya dalam potlitik yaitu Gerindra. Terutama ketika
Gerindra masih punya Prabowo. Ada simbiosis mutualisma diantara mereka,
PKS membutuhkan sosok dan Gerindra membutuhkan mesin yang militan.
Dan inilah yang mereka lakukan, mengusung Prabowo di 2019. Untuk itu
mereka harus menguasai dulu kantung2 suara. Di DKII mereka harus menang,
karena meski bukan tempat pemilih terbesar, DKI adalah wilayah seksi
untuk menaikkan popularitas.
Ini bisa menjadi satu poin bagi relawan Ahok untuk bisa semilitan mereka..
Sesudah DKI mana lagi ?
Tentu kantung pemilih terbesar di Indonesia yaitu Jawa Barat dengan
perkiraan 30 juta pemilih. Selama 10 tahun PKS menguasai wilayah ini.
Dan kemungkinan besar mereka akan bekerjasama dengan Gerindra lagi.
Ini akan menjadi pertarungan panas lanjutan sebelum menuju 2019, hari penentuan..
Secangkir kopi mengajarkan, memahami kekuatan lawan jauh lebih baik dari
membanggakan kekuatan sendiri. Meski pahit, seruputannya terus
menyadarkan untuk tetap menginjak bumi..