Ahok dan Isu SARA |
Mungkin kita ketawa melihat
hampir seluruh energi tercurahkan hanya kepada seorang Ahok. Sesudah aksi massa
besar beberapa kali, DPR pun tergiring untuk menjatuhkan Ahok melalui hak
angket Ahokgate. Kita harus punya perspektif luas bahwa apa yang terjadi selama
ini sebenarnya bukan karena "hanya Ahok". Bukan..
Mari kita flashback kembali pada
tulisan lama saya "Indonesia menuju Suriah".
Sejak lama, Indonesia ingin
di-Suriahkan. Ini terlihat dari masuknya kepentingan-kepentingan pemberontak
Suriah ke Indonesia melalui "kaki tangan" mereka.
Dan -meski sudah lama saya
mengingatkan ada beberapa "ustad" yang menjadi sel-sel mereka-
kedok-kedok itu baru terbuka beberapa waktu ini. Terutama ketika Kapolrinya
adalah Tito Karnavian yang sangat memahami gerak terorisme global.
Transfer uang ke Turki itu bukan
barang baru, karena jika ditelisik sekian tahun ke belakang maka akan terlihat
banyak jejak mereka melalui lalu lintas keuangan internasional.
Dulu sasaran mereka untuk membuat
kegaduhan di Indonesia adalah isu "Syiah". Isu ini mengikuti isu di
Suriah, dimana Bashar Assad Presiden Suriah dituding Syiah.
Untuk memperkuat isu itu,
dibentuklah organisasi anti Syiah bernama ANNAS, atau Aliansi Nasional Anti
Syiah. Berpusat di Cijagra Bandung, organisasi ini meluas di setiap kabupaten
dan kota.
Tujuannya adalah ketika ada
seruan "Jihad melawan Syiah", maka ANNAS akan bergerak sebagai motor
dengan mengklaim bahwa mereka adalah Ahlusunnah Jamaah atau Sunni, musuh Syiah.
Sempat situasi ini dicoba ketika
ada keributan di masjid Az-zikra Sentul dengan tuduhan bahwa Syiah menyerang,
ustad Arifin Ilham langsung berseru "Jihad!".
Sayangnya, seruan ini sangat
prematur. Tidak ada pergerakan apapun untuk memulai bentrokan Sunni-Syiah.
Kemungkinan karena mayoritas masyarakat awam, apa itu Sunni dan apa itu Syiah.
Akhirnya mereka mencoba strategi
baru dengan membuka kembali borok lama, yaitu perseteruan Islam dan Kristen.
Jejak strategi ini terlihat
dengan adanya kasus Tolikara dan Singkil yang diharapkan akan meluas. Selain
itu mereka ingin membuka luka kasus Poso dengan mengangkat teroris Santoso yang
mati tertembak sebagai "pahlawan Islam". Ini seperti mengejek umat
beragama Kristen di Poso dan memprovokasi supaya terjadi benturan kedua.
Sayangnya, mereka gagal lagi...
Dan mereka akhirnya berusaha
mencoba membuka kembali tragedi gelap pembantaian PKI tahun 1965. Isu
bangkitnya PKI itu hanya langkah awal saja. Tujuan akhirnya adalah tumbuhnya
kebencian terhadap ras Cina, senjata orde baru dalam menguasai negeri ini.
Kalau disebut orde baru, tentu kita bisa menarik benang merah siapa yang
sebenarnya bermain di belakang layar terhadap situasi yg terjadi belakangan
ini..
Dan Ahok adalah "alat"
yang sempurna untuk membangkitkan kebencian itu. Sebelumnya, mereka
bermain-main di isu 'tenaga kerja ilegal dan investasi China di
Indonesia.."
Isu itu terus dipelihara selaras
dengan mendekati habisnya kontrak Freeport tahun 2021. Persis masa perebutan
kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, yang berakhir dengan ditanda-tanganinya
perjanjian Freeport dan Indonesia di tahun 1967, 2 tahun sesudah pembantaian
PKI dan warga etnis Cina.
Jadi bisa dilihat kasus Ahok
hanyalah satu keping bagian dari seluruh gambar puzzle besar yang mereka buat.
Ahok akan terus didemo untuk memelihara kebencian hingga satu saat dibenturkan.
Yang menarik, banyak warga NU dan
Muhammadiyah sekarang tidak bisa melihat peta besar ini dengan jelas. Mereka
terikut permainan global dengan potensi dibenturkan sesama bangsanya. Padahal
NU dan Muhammadiyah adalah gerbang besar menuju NKRI. Hancurnya mereka adalah
kehancuran kita...
Ini permainan panjang dengan
penuh kesabaran dan dana yang sangat besar. Negara asing yang mempunyai
kepentingan untuk menguasai sumber daya alam Indonesia yang melimpah, sedang
terus mengintipi perkembangan kita.