Sandiaga Uno |
Jujur, hal yang paling saya tunggu dalam debat kemarin
adalah bagaimana caranya bisa punya rumah di Jakarta tanpa dp dan dicicil dalam
waktu 30 tahun? Pertanyaan ini telak diajukan pak Djarot yang tumben dalam
debat kemaren nyengir terus. Senang, ya pak?
Dan kembali saya mendapat jawaban mengambang berupa retorika
saja dari mas Anies. Bla bla bla.. dan dilemparkan ke Sandi. Sandi pun maju dengan ragu dan akhirnya berbicara tentang
kepiawaiannya dalam masalah keuangan dan bla bla lagi tanpa ada penjelasan
teknis bagaimana caranya bisa punya rumah di Jakarta, anggap angkanya 500 juta,
tanpa dp dengan cicilan selama 30 tahun.
Skemanya masih rahasia, karena Oke Oce. Apa yang sebenarnya
disembunyikan Sandi? Saya jadi ingat bubble properti di Amerika tahun 2008 yang
terkenal dengan nama krisis Subprime Mortgage.
Subprime mortgage berawal dari turun tajamnya suku bunga
sehingga menarik minat orang untuk pinjam duit dari bank. Dan dampak dari semua
itu adalah banyak pengembang property yang membuat rumah murah dengan cicilan
jangka panjang.
Mereka berlomba-lomba membangun property dan mencari pembeli
dengan mengusahakan KPRnya sekalian. Karena sudah terlanjur bangun rumah
banyak, akhirnya pihak developer dan bank pun mencari pembeli yang "kurang
mampu" supaya KPR mereka tersalurkan.
Pembeli yang kurang mampu ini ditawarkan nol persen uang
muka, bahkan mereka malah dapat uang hanya supaya mereka mau beli rumah.
Akhirnya berlomba-lombalah mereka yang kurang mampu untuk beli rumah dengan cicilan
yang bahkan mereka sulit bayar.
Ketika mereka tidak mampu bayar, bank melakukan refinancing
atau pembiayaan kembali dengan jaminan rumah yang sama yang diharapkan harganya
meningkat.
Akhirnya dalam waktu bersamaan terjadi gagal bayar yang
membuat bank-bank di Amerika kolaps, dan pembeli yang tidak mampu tadi harus
diusir dari rumahnya.
Apakah ini yang diinginkan mas Anies dan mas Sandi, memberi
mimpi kepada mereka yang tidak mampu untuk kemudian mengusir mereka dari
rumahnya nanti? Lalu ada perusahaan yang memborong rumah-rumah itu dengan harga
murah dan kemudian membangun apartemen di atasnya?
Kita sama-sama tahu, mas Sandi adalah pemain keuangan yang
lihai. Jangan-jangan ini jebakan betmen untuk mendapat keuntungan yang lebih dari
penderitaan warga nantinya.
Menjual mimpi boleh-boleh saja, tapi mimpi juga harus realistis. Jangan ajarkan seekor ikan untuk terbang, ajarkan mereka
berenang. Itu namanya menghina keterbatasan mereka dan memanfaatkan
ketidakmampuan mereka untuk kepentingan sepihak.
Mereka yang tidak mampu -seperti saya- tahu diri untuk
hanya minum kopi di warkop seharga tiga rebuan. Jangan ajarkan kami untuk ngopi
di lobby hotel bintang lima dengan nilai secangkir 90 rebu rupiah dengan plus
dan plus.
Karena bagi kami kopi sama saja dimanapun tempatnya berada.
Yang penting realistis. Yang penting adalah nikmatnya sama. Sama-sama kopi. Seruput...