BIRGALDO SINAGA |
Namanya Birgaldo Sinaga...
Aku
kenal dengannya di fesbuk. Meski sudah lama berteman, kami baru bertatap muka
beberapa hari ini. Ia mengaku suka dengan stensilan
Enny Arrow. Tapi itu dulu, waktu remaja. Sekarang mungkin sudah dalam bentuk
video. "Kurang menarik.." Katanya. "Stensil itu imajinatif.
Kalau video langsung gitu, pam pam pam.. terlalu relijius. Ada oh god, oh yes,
oh no.."
Ah, saya tidak ingin membicarakan
itu. Saya hanya ingin memberikan apresiasi yang tinggi untuknya.
Sejak menulis tentang Ahok, bro
Bir - saya menyebutnya begitu meski ia peminum kopi bukan beer - sudah sering
juga menuangkan tulisannya tentang Ahok. Dalam hal ini pandangan kami sama,
bahwa membela Ahok bukan membela sosok, tetapi membela hak seseorang yang ingin
dicerabut karena ia berbeda dari calon lainnya. Ahok seorang Kristen - agama
yang sama dengan bro bir dan ia dari ras China.
Lalu kenapa Ahok tidak boleh
punya hak untuk ikut membantu negara ini ? Dalam Undang2 ia adalah warga negara
yang mempunyai hak yang sama. Bukan salahnya ia terlahir seperti itu, sama
dengan bukan salahku terlahir sebagai orang Batak yang ke Madura2an.
Politik-lah yang ingin membunuh
karakter Ahok, karena ia terlalu ketat dalam anggaran. Hal yang tidak pernah
terjadi dalam carut marutnya administrasi DKI selama puluhan tahun yang
dipelihara.
Bro Bir pernah ditanya
"dapat apa kamu membela Ahok ?", pertanyaan yang sama yang selalu
kudapatkan ketika menulis tentang Ahok. "Dapat apa.." itu biasanya
pertanyaan mereka yang selalu mengukur segala sesuatu dengan uang, sedangkan
kami melihatnya sebagai sebuah perjuangan.
Bro Bir ini orang pemberani. Ia
bukan saja suka menulis di fesbuk sebagai pelampiasan gelisahnya. Ia tidak
tanggung2 berjuang dengan turun ke jalan, meski harus berpanas2an.
Halaman fesbuknya banyak
bercerita tentang perjalanannya. Ketika ia sedang pasang badan di depan
pengadilan Ahok, berhadapan langsung dengan para gamis putih yang sulit ditemui
sifat keramahannya. Ketika ia membagi2kan baju kotak dan bertemu dengan calon
pemilih di gang2 Jakarta, dengan resiko diusir oleh para pembenci Ahok.
Saya belum tentu seberani dia
dalam berjuang yang langsung turun ke jalan berhadapan dengan dunia nyata. Dan
bro Bir sudah memulainya. Jadi jangan pernah cerita tentang perjuanganmu
mendukung Ahok di depan dia, karena pasti malu sebab kita hanya bisa berkoar di
media sedangkan dia adalah petarung di garis depan.
"Darimana kamu dapat dana
untuk mobilisasi ?" Tanyaku nakal. Ia lama tidak menjawab. Kulihat gundah
dimatanya. Dan baru kutahu ia banyak mengeluarkan semua dari kantungnya
sendiri, baik untuk dirinya maupun pasukan dibelakangnya yang - kadang - harus
ia belikan makan supaya tetap tegar di jalanan.
Ah, haru benar diriku dan merasa
kecil dihadapannya. Aku merasakan terbatasnya tabunganku dan harus keluar untuk
segala macam hal yang tidak jelas apa yang diperjuangkan. Aku seperti mendengar
istrinya berteriak marah, "Kamu dapat apa membela mati2an Ahok di jalan ?
Belum tentu ia menang pun kamu diperhatikan.." dan suara tangis anaknya
yang jarang bertemu dengan ayahnya karena di medan perang seharian.
Aku yakin bro Bir berada pada
titik terlemahnya sekarang. Ia harus memilih terus berjuang atau kembali pada
kehidupan nyata menjadi seseorang yang hidup normal dengan situasi yang belum
tentu membuatnya senang. Ia adalah manusia merdeka, yang tahu dimana fungsinya.
Sayangnya, militansinya tidak
mendapat tempat yang sesuai. Ia bahkan kurang diperhatikan hanya karena mereka
menyebutnya "relawan".
"Namanya juga relawan. Kalau
rela ya jangan minta bayaran!!". Begitu hukuman sosial yang diterimanya
dari banyak orang yang memakinya sambil duduk di mobil dingin ber-AC, gadgetan
dan sedang siap-siap goyang badan di rumah Lembang.
Ah, bro... Ampunilah mereka yang tidak mengerti apa yang sedang kau hadapi sekarang. Tidak banyak orang yang mengerti nilai. Mereka tahunya hanya bagaimana jagoannya menang, tanpa pernah mencoba paham bahwa kemenangan itu butuh proses yang kadang menyakitkan. Tanpa ada orang-orang sepertimu, niscaya harapan mereka punah di pinggir jalan.
Semangat, bro.. Senang minum kopi
bersamamu. Dan jangan mengeluh di ruang publik, karena kata Imam Ali as,
"Jangan pernah ceritakan dirimu kepada siapapun. Mereka yang menyukaimu
tidak membutuhkan itu dan mereka yang membencimu tidak percaya itu.."