-->

Senin, 27 Februari 2017

AHOK YANG TERLALU PERCAYA DIRI

Djarot


Ahok-Dhjarot
Sejak awal, ketika akhirnya PDIP mendukung Ahok, banyak teman-teman yang membuat status, "selesai sudah pertandingan..". Bersandingnya nama besar Ahok digabung dengan nama besar PDIP, membangun kepercayaan diri yang sangat kuat di para pendukung Ahok. Kepercayaan diri yang terlalu tinggi itu membuat mereka tidak menerima jika ada yang mengingatkan, "hati-hati kekuatan lawan..".

Perjalanan selama proses kampanye, saya banyak menemukan aura kepercayaan diri yang sangat tinggi di barisan relawan. Saya selalu mengingatkan, "Optimis boleh, tapi kita harus juga realistis.."

Saya kadang tidak sampai hati ketika harus mengingatkan, "Pilgub DKI ini dua putaran.." Suara saya tenggelam di riak euforia dan kebanggaan akan prestasi Ahok yang diangkat sebagai jualan.
Saya jadi teringat apa yang Jokowi katakan ketika ia menjadi Capres saat pilpres 2014. Ketika itu euforia terjadi di kalangan pendukungnya. Ia mengatakan. "Jangan memandang remeh lawan. Lawan kita itu tangguh dan kuat secara finansial.."
Tidak memandang remeh lawan bukan berarti takut kalah, tetapi memunculkan kewaspadaan yang tinggi. Dengan kewaspadaan yang tinggi, kita bisa memperkirakan "pada titik mana lawan akan memainkan kecurangan.."
Dan dari banyaknya info yang masuk, ternyata lawan memainkan peranan disaat akhir melalui surat suara. Banyak yang tidak terdaftar dan akhirnya ditolak untuk menggunakan hak suaranya.
Alasan "surat suara sudah habis, hanya disediakan 20 sebagai cadangan.." adalah gerakan massif yang terjadi dimana-mana. Video-video amatir menunjukkan keributan yang terjadi di TPS karena kehilangan suara.
Hal seperti ini seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak awal. Para relawan yang terbentuk di setiap RT/RW sejak awal sudah bisa mengawal para pendukung Ahok dan memastikan mereka punya hak suara dan tidak terlambat sampai TPS.
Edukasi-edukasi teknis perlu terus disampaikan daripada sekedar goyang-goyang badan di rumah Lembang. Selain edukasi teknis ke warga, gerakan di RT/RW perlu terus di kawal. Persempit celah para panitia melakukan kecurangan.
Dan yang terakhir, jangan pelit untuk membayar para relawan-relawan yang bertugas kesana kemari, masuk ke kampung-kampung untuk melakukan pengawalan dari pendaftaran sampai penghitungan suara. Mereka bukan orang yang berlebih, hargai waktu mereka dengan membayar keringat mereka. Meski menamakan diri relawan, tapi anak istri mereka juga butuh makan.
Karena itu saya tidak begitu bangga ketika Ahok mengembalikan dana kampanye sekian miliar rupiah. Saya lebih bangga ketika dana yang berlebih itu dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar para relawan sehingga mereka bisa bekerja tanpa ada kendala keuangan.
"Perjuangan juga butuh logistik", begitu kata kawan saya yang mendukung Ahok dan bersedia berpanas-panas di jalan yang terpaksa merogoh kantung sendiri sekedar untuk makan.
Putaran kedua adalah pertarungan yang lebih berat. Selisih yang tidak begitu besar membuat ada kekhawatiran.
Kekhawatiran itu bagus, dengan begitu menjadi lebih waspada. Lebih baik merasa akan kalah sehingga bertarung lebih sengit, daripada merasa menang sehingga minim persiapan.
Ada waktu 2 bulan untuk mempersiapkan diri. Tanggal 19 April, kita akan bertarung di TPS lagi. Semoga Ahok juga tetap bisa menjaga diri, supaya tidak diserang sisi terlemahnya lagi. Mau secangkir kopi? Seruput dulu.

Previous
Next Post »